Kamis, 13 September 2012

Beberapa Bacaan Ghorib Yang Wajib Dalam Qiraat 'Ashim


Wajah para santri terlihat tegang ketika mereka duduk di madrasah sambil menghadap guru mereka. Mereka tegang karena malam itu adalah malam Kamis, malam yang seperti biasa selalu diadakantalaran tajwid. Mereka takut dan malu apabila ditanya oleh Sang Guru mereka tidak dapat menjawab. Setelah membaca beberapa ayat suci Al-Quran, Sang Guru melihat ke santri yang duduk paling kanan dan paling dekat dengan beliau.
“Sep, ada berapa qiraat yang masyhur menurut jumhur ulama? ” Tanya Sang Guru kepada santri bernama Asep.
Ada 7” Jawab Asep
“Sebutkan satu persatu” pinta Sang Guru.
qiraat Imam ‘Ashim, qiraat Imam Nafi’, qiraat Imam Ibnu Katsir, qiraat Imam Ibnu ‘Amir, qiraat Imam Abu Amr, qiraat Imam Hamzah, qiraat Imam Al-Kisai
“San, yang biasa dipakai oleh kita qiraat Imam yang mana?” Tanya Sang Guru kepada santri lain
Imam ‘Ashim” Jawab Hasan
“Yang diriwayatkan oleh?” Tanya Sang Guru lagi
Imam Hafsh” Jawab Hasan
“Ketika kita menggunakan qiraat Imam ‘Ashim ada beberapa hal yang biasa jadi pembeda dengan imam-imam yang lainnya salah satunya adalah imaalah. Apa arti imaalah menurut lughot Gus” Tanya Sang Guru kepada santri bernama Agus
condong atau miring” Jawab Agus
“Kalau menurut ishthilah?”
أن ينحوبالفتحة نحوالكسرة وبالألف نحوالياء Menyondongkan suara fathah ke kastrah atau suara alif ke ya
“Den, Yang diwajibkan di baca Imaalah menurut Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafsh dalam Al-Quran terdapat dalam surat apa?” Tanya Sang Guru pada santri lain
“Ada dalam Surat Hud ayat 41
“Coba bacakan” Pinta Sang Guru
وَقَالَ ٱرْكَبُوا۴ فِيهَا بِسْمِ ٱللَّهِ مَجْ۪رﯨـٰهَا وَمُرْسَـﯩـٰهَآۚ إِنَّ رَبِّى لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Ya bagus. Dalam ayat tersebut lafadz مَجْ۪رﯨـٰهَا fathah pada huruf ra-nya jadi dicondongkan kekatsrah sehingga terdengar seperti suara e. Itu kalau menurut Imam ‘Ashim kalau Imam-imam yang lainnya lebih banyak lagi membolehkan imaalah ketika membaca Al-Quran bukan hanya pada satu ayat tersebut” Terang Sang Guru
“Selain Imalah ada juga istilah tashiil dalam ilmu tajwid itu. Apa artinya tashiil menurut lughot Dan?”
memudahkan atau meringankan” Jawab Dadan mantap
“Kalau menurut ishtilah?”
النطق بهمزة الوصل بين الهمزة والألف Mengucapkan hamzah washol antara hamzah danalif
“Dalam Al-Quran yang wajib di baca Tashiil terdapat pada surat apa Ni?”
Surat Fushilat ayat 44” Jawab Sani
“Coba bacakan!” pinta Sang Guru
وَلَوْ جَعَلْنَـٰهُ قُرْءَانًا أعْجَمِيًّا لَّقَالُوا۴ لَوْڈ فُصِّلَتْ ءَايَـٰتُهُۥۤۖ ءَا۬عْجَمِىٌّ وَعَرَبِىٌّۗ”
“Dalam ayat itu ada lafadz ءَا۬عْجَمِىٌّ. Hamzah yang pertama dibaca seperti biasa sedangkan hamzah yang kedua kalau diayat ini ditulis dengan alif dibaca ringan antara hamzah dan alif tanpa madd. Kalau dalam bahasa Indonesia seperti kata ejaan yang oleh sebagian orang pengucapan an diakhirnya itu kurang jelas lebih condong ke pengucapan ejan ” Kata Sang Guru
“OK kita lanjut lagi, dalam pelajaran tajwid juga dikenal adanya istilah naql. Apa arti naql menurut lughot De?”
memindahkan
“Kalau menurut ishthilah?”
إسقاط الهمزوتحويل حركته الى الساكن قبله meniadakan hamzah dan memindahkan harokatnya pada huruf mati sebelum hamzah tersebut
“Dalam Al-Quran yang wajib dibaca naql terdapa pada surat apa Bang?” Tanya Guru kepada santri bernama Bambang
Surat Al-Hujuraat ayat 11
“Coba bacakan!”
بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الايمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّـلِمُونَ
“Dalam ayat ini ada kalimat بِئْسَ الاسْمُ Kalau dilhat dari tulisannya kita pasti membaca bi-sal-ismu tapi karena membacanya wajib di naql maka menjadi bi-sa-lismuHarokat kastrah yang sebelumnya ada pada hamzah di lafadz ismu kita pindahkan pada huruf lam yang sebelumnya di sukun” Kata Sang Guru dengan suara lantang
“Agus, apa pengertian Isymaam menurut bahasa?”
moncong atau monyong
“Kalau meunut isthilah?”
ضم الشفتين كالنطق واو دون النطق بها بالضمة فقط Memonyongkan dua bibir seperti mengucapkan huruf wawu tapi tidak dilafalkan hanya memonyongkannya saja
“Dalam Al-Quran yang wajib dibaca Isymam dalam surat apa Sep?” Kembali Guru bertanya kepada Asep
Surat Yusuf ayat 11
“Coba bacakan!”Pinta Sang Guru
قَالُوا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ
“Ok bagus. Dalam ayat ini ada lafadz تَأْمَنَّا yang merupakan fi’il mudhori’ yang fai’il nya anta. Kalimat asalnya adalah تَأْمنَنَّا , sedangkan lafadz na posisinya adalah maf’ul. Huruf nun pada maf’ul tersebut di-idghom-kan kepada huruf nun pada lafadz تَأْمَنَّن sehingga terbentuklah lafadz تَأْمَنَّا . Dengan isymaam ketika mengucapkan ta-manna maka posisi mulut monyong pas di huruf nunnya” Tegas Sang Guru
Ketika talaran itu berlangsung saya sedang belajar nadhom-nadhom Tuhfaatul Athfaal dan tidak ikut talaran karena belum sampai ke tingkatan itu.

Ternyata sampai sekarang pun saya tidak sampai ke tingkatan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar